Kamis, Oktober 22, 2009

"Bukan Mamah yang nolong kamu di akhirat, Nak..."

Siang, 2 pm.
Sambil smsan ma pendengar yang lagi curhat via HP studio, baca-baca blog temen-temen blogger yang dah lama gak dikunjungi, ngontrol studio yang lagi kehilangan DJ Riza yang lagi muncrut (istilah Admin Ery...hehe), saya tidak menulikan telinga dari TAUSIYAH SIANG TETEH NINIH dari radio di bawah meja mixer. Subhanallah...keren banget isinya.

Saya jadi terngiang-ngiang dengan pernyataan beberapa orang yang dipanggil ustadz, mereka menyitir dalil agama bahwa muslimah sebaiknya di rumah saja. Tidak usah keluar rumah. Karena membangun keluarga adalah membangun peradaban. Oleh karenanya asuh keluarga dengan baik, maka itupun sudah merupakan upaya menyelamatkan peradaban. Tidaklah salah.

Tapi, apakah harus sekaku itu? Bagaimana jika muslimah (juga) ingin berdakwah? Bukankah target dakwah itu tidak hanya cakupan keluarga namun juga masyarakat luas? Apalagi masalah umat Islam sekarang sangat kompleks. Ditambah animo dan antusiasme penduduk bumi akan Islam semakin meningkat. Kehadiran pendakwah tidak hanya laki-laki saya rasa sangat dibutuhkan. Karena pendekatannya pasti berbeda.

Kehadiran Mamah Dedeh di bursa da'i da'iyah nusantara sungguh membanggakan. Gaya beliau yang ceplas ceplos dalam mengomentari problema penanya menjadi khas tersendiri. Walaupun saya memeberi beberapa catatan jika mendengar jawaban Mamah atas curhat umat. Soalnya beberapa kali saya menangkap Mamah menjawab dengan mengedepankan logika, padahal dalam Islam, dalil dari Qur'an dan Sunnah adalah hal yang harus disampaikan terlebih dahulu. (Maaf nih, Mamah, gak papa ya. Saling menasihati itu kan juga ada dalam Qur'an Surah Al-Ashr ayat 3. Maafkan kalau Ananda lancang.)

Bagaimana degan Teh Ninih? Wanita berdarah Sunda istri pertama dari seorang da'i terkenal, Aa Gym. Itu dia yang sebenarnya ingin saya bicarakan. Sungguh saya mengagumi sosok Teteh. Sekalipun saya belum pernah bertemu dengannya. Uraiannya via MQ pagi tiap Rabu yang direlay Radio Mujahidin dan juga rekamannya yang diputar ulang di Tausiyah Siang pukul 14.oo WIB. Subhanallah, bukankah kekaguman saya itu hadir karena Teteh tidak hanya mengurusi keluarganya saja di bawah rumahnya surganya?

Oleh karenanya, saya dengan pemahaman Islam yang cetek ini, juga ingin seperti Teteh juga. Saya juga ingin berbagi atas apa yang saya tahu tentang Islam. Bahwa keindahan Islam sungguh memukau sehingga saya ingin mengumumkan pada dunia. Saya juga ingin kita berbincang tentang problematika kehidupan dan solusi-solusi Islami. Bukankah itu tidak dapat dilakukan jika saya hanya di rumah saja? Benar, dunia ada di tangan kita. Internet bisa menghubungkan antar penduduk dunia. Tapi, Teteh Ninih dan Mamah Dedeh yang menjadi tempat curhat para ibu-ibu dan muslimah bahkan bapak-bapak tidaklah hadir dari dunia maya. Karenanya saya rasa sambutan masyarakat jauh lebih terasa karena mereka juga hadir di dunia nyata.

Kembali ke topik yang ingin saya tekankan pada tulisan sore ini, pada dasarnya saya ingin berbagi tentang kekuatan yang saya rasakan saat mendengar tausiyah Teh Ninih siang tadi. "Bukan Mamah yang nolong kamu di akhirat, Nak..." Itu kalimat yang seperti nyantol abis di otak saya.

Wahai saudariku, baik anda muslimah yang telah atau belum menikah. Kita semua tentu menginginkan lahirnya keturunan dari rahim kita sendiri. Segala upaya akan kita lakukan untuk mendapatkannya. Namun setelah Allah mengamanahkan seorang atau beberapa ananda, maka bagaimana kita merawat mereka?

Dalam tausiyah siang Teh Ninih tadi, saya masih ingat kalimat-kalimat Teteh yang PASTI keluar dari setiap lisan ibunda yang baik. Bahwa para ibunda akan mempersiapkan menu terbaik bagi buah hati agar mereka mau sarapan. Ibunda akan gelisah jika ananda tidak sarapan sebelum sekolah. Tapi apakah ibunda juga sama risaunya jika buah hati tidak sholat subuh?

Ibunda akan memutar otak agar buah hati punya selera sehingga mau makan siang dan makan malam. Sama halnya dengan sarapan, ibunda akan tak nyaman hati jika tidak ada makanan di meja makan yang tersentuh. Namun apakah sama tak nyamannya jika ananda tidak sholat lima waktu?

Dialog. Ibunda dan ananda perlu dialog. Isinya? Ya judul di atas itu. "Bukan Mamah yang nolong kamu di akhirat, Nak..."
Bahwa ananda harus tahu bahwa ibunda dan ayahanda mencintai mereka. Oleh karenanya, sholat yang ayah bunda perintahkan untuk dilaksanakan juga untuk kepentingan ananda sendiri. "Kalau pun Mamah teriak-teriak sama Allah, minta tolong supaya kamu diampuni, itu nggak akan berguna, Nak. Kamu yang akan nolong diri kamu sendiri di akhirat nanti." Begitu Teh Ninih mencontohkan dalam tausiyahnya.

Ya Allah, betapa kita sangat mencintai permata hati. Akan tetapi tepatkah cinta itu kita ekpresikan? Bukankah cinta hakiki selamanya bermuara padaNya? Namun mengapa masih banyak orang tua yang rela menjerumuskan anak mereka ke neraka dengan cara membiarkan ananda tidak sholat lima waktu? Membiarkan ananda mencintai perkara yang jauh dariNya, mencintai lawan jenis di luar pernikahan dan berdua-duaan yang menyebabkan Allah cemburu? Oh, betapa mengajak ananda menuju surgaNya itu butuh kekuatan. Karena kita pun para orang tua ini, sesungguhnya tidak juga punya kekuatan untuk mengajak diri kita sendiri melangkah ke dalam surga.

Rabu, Oktober 21, 2009

no matter what they tell us

Entah apa yang mau saya tulis. Yang jelas saya ingin mendhawamkan menulis sebagai bagian dari tradisi saya setiap hari. Ya, setiap hari. Apapun itu,saya akan menulis, seperti sore ini. Saya hanya memencet saja tuts tuts keyboard dan membiarkan tangan ini mencatat apa yang sedang melintas di kepala.

Baiklah, sekalipun tidak bertema khusus, saya ingin berbagi tentang lagu yang sudah beberapa kali saya putar hari ini. Yakni dari grup Boyzone yang sudah bubar sejak tahun 2000. Kabarnya ada salah satu personelnya yang mangkat sekitar 3-4 hari lalu. Dalam video berita itu saya sempat mendengar sebuah lagu sangat filosofis; Everyday I Love You.

Singkat cerita saya jadi pingin denger lagi lagu tersebut. Pas nyari tuh lagu ketemu pula lagu Boyzone lainnya. Ada No Matter What dan I Love The Way You Love Me yang juga saya download. Kayanya karena saya lagi jatuh cinta sama Si Abang makanya lagu-lagu yang saya dengar juga bernuansakan flamboyan aduhai (nah, gaya tulisan begini terpengaruh Andrea Hirata, ;-)

Pas pula tadi pagi saya stop bacaan di bagian Seni Menikmati Seni, entah halaman berapa di tetralogi terakhir Laskar Pelangi, Maryamah Karpov. Pandai Bang Zaitun memilih lagu untuk diputar di GMCnya. Kurang lebih begitu ceritanya. Yang disebut Andrea sebagai tokoh yang tahu seni menikmati seni itu adalah Bang Zaitun.
Nyambung toh kalau tulisan saya hari ini berkisar seni ala Boyzone.

Kembali pada lagu yang saya download. Karena penasaran dengan liriknya yang cantik maka saya pun cari liriknya. Tak lupa save di notepad. Subhanallah lirik dalam 3 lagu itu ternyata memang indah dan bermakna. Tapi saya paling suka dengan lirik No Matter What. Saya baru tahu kalau lagu itu ternyata lagu rohani. Lagu ketuhanan karena ada dialog dengan Tuhan disana.

Berikut secuplik liriknya:


I can't deny what I believe
I can't be what I'm not
I know I love forever
I know no matter what

If only tears were laughter
If only night was day
If only prayers were answered
Then we would hear god say

No matter what they tell you
No matter what they do
No matter what they teach you
What you believe is true

And I will keep you safe and strong
And sheltered from the storm


Tidak salah kan kalau saya katakan liriknya indah? Nyatanya memang begitu. Tapi sekalipun tidak tahu lirik secara keseluruhan, baca judul lagunya saja seperti sudah dapat kekuatan: No Matter What. Orang lain bisa bicara apa saja, entah itu benar atau salah tentang kita. Tapi jika kita bisa berkata pada diri kita seperti judul lagu Ronan Keating cs itu, No Matter What, maka kita bisa tetap tegar. Tentu saja jika yang kita jalani adalah kehidupan yang benar. karena biasanya cercaan dan hinaan bagi orang yang hidupnya lurus itu jauh lebih banyak daripada bagi orang yang hidupnya semrawut tak jelas arah.

Ohya, kalau menggunakan bahasa ABG, no matter what itu bisa jadi artinya EGP alias Emang Gue Pikirin. Bener gak?

Selasa, Oktober 20, 2009

Menulislah dan Bagi Kekuatan Itu

Seperti ada kekuatan yang mendorong saya untuk menulis. Saya tidak tahu darimana harus memulai tulisan ini. Mungkin pertama kalinya kepada Meichan, yang sudah begitu baiknya meminjamkan Catatan Hati Bunda-nya Asma Nadia tepatnya 12 hari yang lalu, 6 Oktober 2009. Karena 2 hari setelah itu, habis ifthar bareng Mery, my younger sista, di Pizza Hut, kulangkahkan kaki mantap ke Gramedia untuk membeli buku yang sama.

Waktu itu Selasa, 6 Oktober 2009, Meichan alias Mimi Chatz Carpenter mau siaran di studio. Karena belum mulai, saya tanyakan perihal program Samudra Hidayah yang perlu konsep baru. "Kak, kayanya Mimi udah dapat bukunya. Catatan Hati Bunda. Ambil ja di plastik di Ruang Penyiar," jawab muslimah mungil nan manis itu.

Keluar studio langsung ke Ruang Penyiar dan segera saya dapatka buku itu. Tidak sulit untuk kemudian asyik masyuk dengan buku garapan Mbak Asma pentolan Forum Lingkar Pena itu. Kisahnya sederhana, bahasanya mengalir karena bercerita tentang keluarga kecilnya, dan mengalirlah butir keharuan dari pelupuk mata saya. Ah, betapa cengengnya. Sudah lama tidak menangis seperti itu saat membaca buku. Lalu saya menikmati buku itu. Hingga saya pun tidak menyesal untuk merogoh sekitar 50 ribu untuk buku tersebut.

Saya mau ngucapin terimakasih jazakillah buat Ukhtiy Meichan. Karena dia sudah pinjami saya buku itu, lantas saya jadi beli juga (soalnya ga puas kalo cuma minjem ;-) dan saya sudah khatam beberapa hari lalu. Geloranya saya rasakan, gelora dan hasrat untuk menulis. Sebelum mengkhatamkan buku Catatan Hati Bunda sebenarnya saya sudah punya keinginan yang kuat untuk menulis. Kenapa? Entahlah. Mungkin kareba saat itu saya sedang membaca Catatan Hati Seorang Istri-nya Asma Nadia juga.

Sungguh, buku itu tidak bisa dibilang ringan. Sekalipun bentuk tulisannya seperti cerita yang mengalir tetapi kisah-kisah para perempuan di dalamnya membuat saya harus menjadi hero buat diri saya sendiri. Kisah tidak indah para istri, yang ditinggal pergi sang suami entah karena panggilanNya ataukah panggilan wanita lain.
Yang jelas buku itu membuat saya menangis (lagi), salah satunya karena, saya seperti tersadarkan bahwa keindahan episode pernikahan bersama suami sah-sah saja jika dirampas begitu saja oleh skenario Allah Yang Maha Mengatur.

Jika Anda membaca satu kalimat yang tertera dalam pengantar Mbak Asma di Catatan Hati Seorang Istri maka Anda akan dapati bahwa beliau juga mengajak para pembacanya terutama perempuan untuk menulis juga. Bukan hanya membaca bukunya. Karena bisa jadi tulisan itu dapat menuntun jalan bagi perempuan lain yang sedang tersesat di masalah yang serupa.

Oleh karenanya, di sinilah saya kini. Saya sudah bosan melihat postingan terakhir di blog ini adalah cerita bulan-bulan kemarin. Saya ingin posting baru dan baru. Tentang hidup saya sekarang. Tentang perasaan saya sekarang. Tentang apa yang saya pikirkan sekarang. Karena saya tidak pernah tahu, dari kalimat saya yang mana perempuan atau Anda yang membaca blog ini akan mendapatkan kekuatan.

Ya, kekuatan. Bukankah kekuatan untuk menghadapi hidup ini yang sangat kita butuhkan? Kita tahu adalah sebuah niscaya kita akan hadapi masalah. Namun bagaimana mempersiapkannya? Bagaimana jika takdir kelabu itu dalam sekejap memeluk kita? Sanggupkah? Karenanya, mari menulis dan mari kita bagi kekuatan itu. Hatta, kekuatan itu sangat ringkih. Mari berbagi, saudaraku.




Senin, Oktober 19, 2009

Setelah Iman, Harta Berharga Itu Adalah Dia



Sore itu, Ahad, setelah seharian di rumah saja, berdua.
Melewati waktu pagi hingga petang dengan berdua dan dia, yang kucinta, bertanya dengan tersenyum lebar:
"Pacaran yok. Kite jalan. Dinda mau beli ape? Beli baju?"
Tidak perlu waktu lama bagiku untuk menjawab,
"Dinda nda mau kemane-mane. Dinda pengen deket Abang ja. Karena setelah iman, abang harta berharga buat dinda."



Rasanya baru kemarin kami menikah. Padahal 10 Mei 2009 itu sudah lebih dari 5 bulan yang lalu. Tapi, Subhanallah, rasanya cinta di hati ini semakin membengkak saja. Janji Allah memang tidak pernah salah. Siapapun yang saling mencintai karenaNya maka Ia akan tambahkan cinta itu, berlipat-lipat ganda tak terhitung dan terjangkau logika.

Pernikahan 5 bulan lalu selalu saya syukuri, Insya Allah. Sebab saat mengambil keputusan untuk mengatakan saya siap dilamar dia, saya telah memintaNya untuk memberikan jawaban apakah lelaki yang sekarang menjadi suami saya itu adalah lelaki terbaik ataukah tidak. Ternyata ia memang terbaik buat saya.Alhamdulillah.

Jarak jauh secara rutin memisahkan kami karena ia bekerja di luar kota, tepatnya kota Pinoh, di Kabupaten Melawi, sebuah kabupaten baru hasil pemekaran dari Kabupaten Sintang. Jujur, di prosesi ta'aruf saya sengaja untuk tidak lupa mengatakan bahwa saya adalah seorang perempuan yang tidak bisa jauh dari yang saya cintai. Saat itu ia menjawab bahwa jadwal kerjanya nun 10-12 jam perjalanan dari kota Pontianak itu bisa diatur sesama tim dalam perusahaan. Nyatanya, sekalipun kedatangannya bulan ini jauh lebih cepat dari jadwal, saya selalu dan selalu tidak dapat menahan luruhnya air mata malam terakhir kami bersama. Sudah kebayang rindunya menggigit sangat.

Mengapa Allah tidak memberi pekerjaan buat Si Abang di Pontianak saja? Mengapa tidak setiap hari saya bisa melihat dan mengabdi? Mengapa harus kami lalui pertemuan setiap hari hanya dengan SMS, chat, FB, atau telpon dengan paket obrol2 mentari? Dan mengapa mengapa lainnya.

Masih ingat saya akan surat yang saya tulis di desktop laptop Si Abang. Cuplikannya adalah bahwa Allah sedang menitipkan pesan atas jarak jauh yang memisahkan kami. Entah apa pesan itu. Yang jelas saya senantiasa meminta padaNya agar selalu mengilhamkan husnudzdzon kepadaNya yang sudah mengatur semua ini.