Minggu, Januari 11, 2009

biarlah pecah di perut asal jangan pecah di mulut


This writing dedicated to this date: sebelas januari.


Ada segenggam asa ada di tanggal itu. Tentang sebuah memori yang harap terwujud jadi nyata. Sekalipun tidak seratus persen mengacu pada memori tersebut. Paling tidak esensinya, tentang episode hidup yang dinantikan tiap insan di atas muka bumi.

Jadi sekalian saja saya menulis soal kekaguman saya pada seorang saudara. Ia seorang ibu lebih dari tiga anak. Tapi bukan itu yang hendak saya tulis di sini. Namun tentang keteguhannya memegang rahasia saudaranya yang lain.

Adalah ia yang memiliki banyak mad'u. Pernah seorang mad'unya menceritakan sebuah permasalahan yang pada kenyataannya sangat pahit. Ingin ia ceritakan paling tidak pada suaminya. Akan tetapi, tidak! Begitu kata hatinya. Biarlah pecah di perut asal jangan pecah di mulut.

Jujur, perkataan sakti itu terus mengiang di telinga saya manakala ada amanah atau lebih lagi aib tentang seorang saudara yang saya pegang. Saya berusaha seperti ummahat itu yang dapat menahan lisannya. Sungguh saya ingin seperti dia yang dapat mengatasi kegatalan lidah untuk bicara.

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa melepaskan kesusahan seorang muslim dari kesusahan dunia, Allah akan melepaskan kesusahannya pada hari kiamat; barangsiapa memudahkan seorang yang mendapat kesusahan, Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat; dan barangsiapa menutupi (aib) seorang muslim, Allah akan menutupi (aibnya) di dunia dan Akhirat; dan Allah selalu akan menolong hambanya selama ia menolong saudaranya.” H.R. Muslim.

2 komentar:

Mardee W mengatakan...

hmm....
susah juga menutupi aib saudara kita, apalagi klo sudah ngobrol.
duuh,kadang masih kelepasan jg..

Anonim mengatakan...

Semoga kita tidak termasuk dalam golongan yang memakan bangkai saudaranya.